Nama :
Kasmat Yusuf
Nim : 451 410 164
Kelas :
Geografi A/2010
Tugas :
Resume Fisafat Ilmu
A. TELAAH SUBSTANTIF DAN
INSTRUMENTATIF FILSAFAT ILMU
a.
Pengertian
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi,
yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari
ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang
memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya.
Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi
proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib
dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai kedasar suatu persoalan,
yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman,
deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat
difahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan
mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan
hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.
b.
Obyek
Filsafat Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu
obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan
sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran.
Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut,
seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal
juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah
segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak.
Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian,
yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada
dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat penulis uraikan bahwa filsafat
ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif (Fakta dan kebenaran) dan
dua obyek instrumentatif(Uji konfirmasi dan logika inferensia), yaitu:
1. Fakta (Kenyataan)
Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara
empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga
sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan
secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa
system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan
sebuah ilmu. Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung
dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
a. Positivisme:
Ø ia hanya mengakui penghayatan yang
empiric.
Ø Sesuatu sebagai fakta apabila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan yang sensual lainnya.
Ø Data empiric sensual tersebut harus
obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti
Ø Fakta itu yang aktual ada
b. Penomenologi
Ø Fakta bukan sekedar data empiric
sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada
subyektifitas peneliti. Tetapi
subyektifitas disini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektifitas disini
dalam arti tetap slektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada
kesimpulan. Data selektifnya mungkin
berupa ide, moral dan lain-lain.
Ø Orang mengamati terkait langsung
dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-konsep yang dimilki.
Ø Kenyataan itu terkonstruk dalam
moral
c. Realisme
Ø Metafisik sesuatu sebagai nyata
apabila ada koherensi antara empiri dengan obyektif universal.
Ø Yang nyata itu yang riil exsist dan
terkonstruk dalam kebenaran obyektif.
Ø Empiric bukan sekedar empiri sensual
yang mungkin palsu, yang mungkin memilki makna lebih dalam yang beragam.
Ø Empiri dalam realism memang mengenai
hal yang riil dan memang secara subtantif ada.
Ø Dalam realisme metafisik skema
rasional dan paradigm rasional penting.
Ø Empiri yang substantif nyata baru
dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif universal
d. Pragmatis
Ø Sesuatu yang tidak berfungsi
keberadaannya dianggap tidak ada.
e. Rasionalistik
Ø Yang Nyata ada itu yang nyata ada,
cocok dengan akal dan dapat dibuktikan secara rasional atas keberadaannya.
2. Kebenaran (truth)
a. Kebenaran Korespondensi
"Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara
arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya/faktanya"
Menurut
teori ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian
[correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa
yang sungguh-sungguh terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan
benar itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau
kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian
(korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar
kebenaran/keadaan benar
Contoh
: " Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan sekarang” ini
adalah sebuah pernyataan, dan apabila kenyataannya memang Makassar adalah Ibu
Kota Provinsi Sulawesi Selatan, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
b. Kebenaran Koherensi atau
konsistensi
Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran
yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui kebenarannya.
Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika
proposisi itu coherent [saling berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau
jika arti yang terkandung oleh proposisi tersebut koheren dengan pengalaman
kita, pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap benar.
Jika terdapat penyataan yang koheren dengan pernyataan
tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena koheren
dengan pernyataan yang dahulu: Misalnya.
-
Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
-
Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
-
Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
c. Kebenaran Performatif
Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui
bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan
Ketika pemikiran manusia menyatukkan segalanya dalam tampilan actual dan
menyatukan apapun yang ada dibaliknya,
baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan
kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar
bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau
dikemukan oleh pemegang otoritas tertentu.
Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal,
sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau
pemerintah, sedangkan sebagian lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu. Contoh kedua
misalnya ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang
berhubungan atau memilki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia.
d. Kebenaran pragmatic
Menurut kebenaran pragmatik yang benar adalah yang konkret,
yang individual dan spesifik dan memilki kegunaan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang
proposisi itu berlaku atau memuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang
diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya
yang memuaskan. Teori ini tidak mengakui
adanya kebenaran yang tetap atau mutlak
e. Kebenaran Proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks yang merentang dari yang subyektif, individual sampai obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles proposisi benar adalah
bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya melainkan dilihat benar
materialnya.
2. Konfirmasi
Fungsi Ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi absolute dengan menggunakan landasan : asumsi, postulat atau axioma
yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan
juga dapat ditampilkan sebagai konfirmasi probabilisti dengan menggunakan metode induktif, deduktif,
reflektif. Dalam Ontologi dikenal
pembuktian apriori dan a posteriori.
Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran
prediksi para ahli mendasarkan pada dua aspek yaitu Aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif.
Dalam hal
konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu :
- Decision Theory,
Teori ini menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah
hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat actual
- Estimation Theory
Menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar – salah
dengan menggunakan konsep probabilitas.
- Reliability Analysis
Menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi
(yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap
hipotesis
B. LOGIKA
INFERENSI
a.
Pengertian
Logika Inferensi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, logika berarti jalan
berfikir yang masuk akal sedangkan inferensi berarti simpulan atau kesimpulan. Sedangkan
menurut istilah Logika inferensi berarti berfikir dengan akal yang sehat untuk
memperoleh simpulan. Sebagai ilustrasi ketika kita berhadapan dengan sebuah
persoalan yang memerlukan jalan keluar (pemecahan) maka persoalan tersebut kita
fikirkan dengan menggunakan akal yang sehat untuk memperoleh pemecahan dari
persoalan tersebut.
b.
Pembagian
Logika Inferensi
1. Logika
Logika
adalah study tentang tipe-tipe tata fikir. Bila sdilacak study logika ini
berangkat dari Yunani kuno ke Arabia, lalu Eropa, abad tengah, daerah pasca
renaissance yang matematik, dilanjutkan keabad XIX dan abad XX . tradisi logika
berkelanjutan seperti jalur diatas. Sedangkan filsafat India dan China
berkembang berpisah.
Urutan
utama logika Aristoteles adalah logika untuk membuat dan memuji inferensi
langsung logika sintaks dan semantic berupaya mempelajari fungsi kata, fungsi
kalimat, dan pencarian makna. Dalam konseptualisasi trasdisional, logika, tidak
lain daripada study formal dalam jenis tentang relasi formal dalam jenis.
2. Logika
Formil
Yang
dimaksud logika formil kategorik adalah logika aristoteles beserta
modifikasi-modifikasi yang bertujuan menyempurnakan logika Aristoteles. Pada
waktu itu orang masih berpendapat bahwa Aristoteles telah mengadakan eksplorasi
secara tuntas seluruh masalah logika. Pada waktu itu yang dikerjakan orang
hanyalah sekedar membuat perbaikan-perbaikan, atau penghapusan yang tidak
perlu, atau membuat rumusan-rumusan untuk memperjelas konsep-konsep logika dari
Aristoteles. Menurut Emmanuel khant perbaikan dan penjelasan tersebut lebih
banyak menunjukkan usaha agar logika aristoteles menjadi lebih tampan
(elegant), bukan agar tampil lebih kokoh (solid). Selanjutnya logika
aristoteles dan pernaikannya, penulis sebut sebagai logika tradisional.
3. Logika
Matematika Aksiomatik
Pemikiran
tradisional kuno lainnya dapat kita jumpai pula pada Euclides dan Archimedes.
Tesis yang diterima adalah bahwa struktur ilmu yang lengkap semestinya tampil
dalam pernyataan dalam system deduktif. Euclides dan Archimedes
mengorganisasikan kebenaran theoreen mengikuti kebenaran asumtif aksiomanya.
Mereka membuktikan bahwa aksioma dan definisi sudut dan segitiga, merupakan
konsekwensi dari jumlah sudut dari suatu segitiga sama besar dengan jumlah dua
sudut siku-siku.
4. Logika
Matematik Probabilistik
Logika
matematik juga sering disebut logika simbolik. Perintis logika matematik ini
antara lain adalah de Morgan, Boole dan Leibniz. Libsniz menunjukkan kalkulus
universal; de Morga mengurun pada teori relasi ; sedangkan Boole membuktikan
bahwa matematika juga aplikatif untuk study tentang relasi antar jenis dan
antar proposisi. Logika matematika mencakup telaah deduktif dan telaah
induktif.
5. Logika
Linguistik
Disebut
logika linguistic karena proposisi-proposisi yang digunakan untuk membuat
inferensi didasarkan pada struktur tata bahasa. Libniz selain menjadi perintis
logika matematik sekaligus menjadi perintis logika bahasa. Analisisnya di
dasarkan pada fungsi kata-kata yang digunakan, dan teaah dari sudut tata
bahasanya. Sehingga telaah ini disebut telaah strukturalis atau analisis
sintaktikal.
6.
Logika Kualitatif
Logika kualitatif dalam makalah ini, penulis pilahkan
menjadi dua yaitu ; logika kualitatif grounded, yang diberangkatkan dari
phenomenology Husserl dengan menggunakan definisi tipe E ; dan kedua logika
kualitatif deduktif yang diberangkatkan dari realisme Popper, yang juga
menggunakan definisi tipe E
7. Logika
Paradigmatif
Dalam
telaah substantive mengenai kebenaran structural paradigmatic telah penulis
kemukakan pendapat Lichtenberg bahwa dia temukan adanya struktur paradigmatic
yang sekaligus menjangkau banyak domain disiplin ilmu. Karena itu mengembangkan
model logika guna membuat inferensi atas struktur paradigmatic yang menjangkau
banyak domain disiplin ilmu.
8. Inferensi
fungsional – operasional.
Bertolak
dari perlunya berpadu antara idea dengan value dalam aksi, maka inferensi logic
yang hendak dicapai oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic: yaitu
berpadunya idea dan value dalam aksi, maka inferensi logic yang hendak dicapai
oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic
C. ONTOLOGI,
EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI
1.
Pengertian Ontologi, Epistimologi
dan Aksiologi
a. Ontologi
Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan. Dan pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah
beberapa paham, yaitu: (1) Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme dengan berbagai
nuansanya, merupakan paham ontologik.
Ontologi
ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia
secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah
ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara
kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti
penciptaan manusia) dan pascapengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi
ontologi dari pengetahuan lainnya di luar iimu. Beberapa aliran dalam bidang
ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme
b.
Epistimologi
Epistemologi
atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta
pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa
dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya.
Epistemologi dapat didefmisikan juga sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas) pengetahuan.
Persoalan-persoalan
dalam epistemologi adalah:
1) Apakah pengetahuan itu ?
2) Bagaimanakah manusia dapat
mengetahui sesuatu ?
3) Darimana pengetahuan itu dapat
diperoleh ?
4) Bagaimanakah validitas pengetahuan
itu dapat dinitai ?
5) Apa perbedaan antara pengetahuan a
priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan
puma pengalaman) ?
6) Apa perbedaan di antara:
kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan,
gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian?
Langkah
dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induk-tif
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan
bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikurnpuikan se,belumnya
Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilnuah disusun setahap demi setahap
dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan
yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan
penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
c.
Aksiologi
Aksiologi
berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos
yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang
nilai” (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. aksiologi
terbagi dalam tiga bagian: Pertama,
moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika; Kedua,- esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan, Ketiga,
sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat sosio-politik.
2.
Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
Geografi
a. Aspek Ontologi Geografi
Aspek Ontologi
Geografi meliputi :
1) Konsep
Geografi, secara etimologi berarti ilmu bumi, secara terminologi adalah ilmu
yang mempelajari fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan,
kewilayahan dalam konteks keruangan.
2) Ruang
lingkup Geografi adalah aspek alam dan aspek kemanusiaan.
3) Obyek
studi, berupa obyek material adalah geosfer meliputi atmosfer, lithosfer,
hidrosfer, biosfer dan antroposfer, sedangkan obyek formal berupa analisis
keruangan, ekologi dan kewilayahan
4) Konsep
geografi meliputi konsep : lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, geomorfologi,
aglomerasi, perbedaan wilayah, nilai kegunaan, interaksi dan keterkaitan
keruangan. Jadi bagian ini mencoba menafsirkan alam
sebagaimana adanya serta dapat dikembangkan secara realitas yang lebih dalam
lagi dan tidak berhenti pada dimensi waktu.
b. Aspek Epistimologi Geografi
Aspek
epistemologis (metodologis, pendekatan) geografi sejalan dengan aspek
epistemologis ilmu pada umumnya, yaitu penggunaan metodologi ilmiah dengan
pemikiran deduktif, pendekatan hipotesis, serta penelaahan induktif terutama di
dalam tahap verifikasi. Pendekatan deduktif analisis geografi bertitik tolak
dari pengamatan secara umum, yaitu dari postulat, dalil atau premis yang
dianggap sudah diakui secara umum. Kemudian dari hasil pengamatan secara umum
ini diambil kesimpulan secara khusus (reasoning from the general to the
particular). Pola pendekatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan
dan pengkajian yang bersifat khusus, berdasarkan fakta dari gejala yang diamati
dan dari sini diambil suatu kesimpulan secara umum (reasoning from the
particular to the general). Dengan metode induksi-empiris saja, maka
hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori geografi hanya berlaku di suatu tempat
dan waktu-waktu tertentu, sebab hukum, dalil maupun teori geografi sangat
tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Untuk menjembatani kedua
pendekatan yang berbeda ini geografi menggunakan metode pendekatan reflective
thingking; yaitu menggunakan atau menggabungkan pendekatan dedukif dan induktif
secara hilir-mudik dalam penelitian geografi.
Terdapat tiga
macam cara untuk menyelidiki realita pada permukaan bumi (menurut Kant,
Hettner, Hartshorne):
1. Secara
sistematis; yaitu mencari penggolongan, ketegori, kesamaan dan keadaan dari
gejala-gejala yang ada pada permukaan bumi. Terjadilah ilmu-ilmu seperti
biologi, fisika, kimia (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan alam), dan ilmu-ilmu
seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, politik (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan
sosial).
2. Secara
kronologis (chronos = waktu); yaitu menyelidiki gejala-gejala pada permukaan
bumi dalam urutan-urutan waktu (palaeontologi, arkeologi, sejarah).
3. Secara
korologis (choora = wilayah); yaitu menyelidiki gejala-gejala dalam hubungannya
dengan ruang bumi (geografi, geofisika, astronomi).
Dari ketiga macam pendekatan tersebut, ilmu geografi
menggunakan (mengutamakan) pendekatan korologis. Penggunaan peta adalah wujud
dari pendekatan korologis ini. Sehingga ada ahli geografi yang berkata, “Geografer
adalah orang yang bekerja dengan peta untuk menghasilkan peta.”
c.
Aspek Aksiologi Geografi
Adapun aspek aksiologi geografi adalah mengikuti
pendekatan fungsional untuk kesejahteraan manusia. Keterlibatan geografi dengan
aspek-aspek bidang studinya tersebut membuatnya menjadi cabang ilmu yang
berfungsi menjelaskan, meramal, dan mengontrol yang diaplikasikan ke dalam
Perencanaan dan Pengembangan wilayah. Aspek aksiologi ilmu pengetahuan geografi
ini melahirkan Geografi Terapan.
1) Menjelaskan
Geografi harus dapat memberikan penjelasan tentang
gejala-gejala obyek studinya. Fungsi menjelaskan memungkinkan orang akan
mengerti akan gejala-gejala, bagaimana adanya (deskriptif) dan terjadinya serta
mengapa itu terjadi (analisis kausalitas). Penalaran dengan logika deduktif dan
induktif merupakan sarana dalam memberikan penjelasan itu. Penjelasan itu dapat
dilakukan secara kualitatif dan secara kuantitatif. Sistem Informasi Geografis
(SIG atau GIS = Geographic Information System) adalah inplikasi dari
fungsi-fungsi menjelaskan data dari gejala geografis.
2) Meramal
Geografi harus dapat meramal (memprediksi)
gejala-gejala yang mungkin akan terjadi kedepan. Fungsi meramal ini bertolak
dari penjelasan yang telah diberikan dan yang melahirkan pengertian pada orang
lain. Dengan pengertian itu orang dapat berbuat sesuatu, memanfaatkan gejala,
menghindarinya, mencegah terjadinya atau pun mengurangi ekses yang mungkin
merugikan sebagai akibat terjadinya gejala itu. Dengan pengertian ini, orang
juga bisa membayangkan apa kira-kira yang akan terjadi apabila suatu gejala
tertentu muncul.
3) Mengontrol
Geografi harus dapat mengontrol gejala-gejala.
Ramalan dalam geografi, seperti juga dalam disiplin ilmu yang lainnya,
memberikan stimuli bagi seseorang untuk mengambil inisiatif atau pun mempertimbangkan
berbagai alternatif. Karena ramalan itu juga orang dapat mengatur segala
sesuatu untuk mendorong terjadinya, menyambutnya, menghindarinya, mencegahnya,
atau pun mengatasinya.
Dengan hakekat demikian, maka geografi berperan
untuk penyebaran efektif, pemanfaatan potensi sumberdaya, dan perbaikan
lingkungan dengan segala dampaknya. Gerakan perbaikan kependudukan dan
lingkungan hidup adalah salah satu manifestasi dari fungsi mengontrol untuk
menghindari, mencegah atau mengatasi masalah yang sedang dan akan di hadapi di
muka planet bumi ini. Demikian juga dengan penerapan pendekatan geografi dalam
perencanaan dan pengembangan wilayah.
D. POSITIVISME FILSAFAT
ILMU
Positivisme adalah
suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya
aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk
memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya
idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
v Positivisme Logis
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan
dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme
Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran
Wina.
Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat
yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan
pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis
pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi
konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara
empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme
logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam
suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika
dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah
berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan
kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik
menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan
informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak
mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam
bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
E. POST POSITIVISME
Post
positivisme malah beranggapan bahwa kebenaran
tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu
teori tertentu saja.[3]
Para post-positivis juga berpendapat bahwa kebenaran didasarkan pada esensi
(sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat
holistik.Post-positivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada
di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena).
karakteristik
utama dari post positivisme yaitu :
a. fakta
tidak bebas melainkan bermuatan teori.
b. Falibilitas
teori, artinya tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan
bukti-bukti empiris.
c.
fakta tidak bebas melainkan penuh
dengan nilai.
d. interaksi
antara subjek dan objek penelitian. Dimana hasil penelitian bukanlah reportase
objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta
yang penuh dengan persoalan dan senantiasa berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar