Selasa, 29 Mei 2012

TELAAH SUBTANTIF DAN INSTRUMENTATIF FILSAFAT ILMU


Nama               : Kasmat Yusuf
Nim                 : 451 410 164
Kelas               : Geografi A/2010
Tugas               : Resume  Fisafat Ilmu

A.  TELAAH SUBSTANTIF DAN INSTRUMENTATIF FILSAFAT ILMU
a.    Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya.
Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai kedasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman, deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat difahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.
b.   Obyek Filsafat Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat penulis uraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif (Fakta dan kebenaran) dan dua obyek instrumentatif(Uji konfirmasi dan logika inferensia), yaitu:
1. Fakta (Kenyataan)
Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
a.       Positivisme:
Ø ia hanya mengakui penghayatan yang empiric.
Ø Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan yang sensual lainnya.
Ø Data empiric sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti
Ø Fakta itu yang aktual ada
b.      Penomenologi
Ø Fakta bukan sekedar data empiric sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti.  Tetapi subyektifitas disini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektifitas disini dalam arti tetap slektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan.  Data selektifnya mungkin berupa ide, moral dan lain-lain.
Ø Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-konsep yang dimilki.
Ø Kenyataan itu terkonstruk dalam moral
c.       Realisme
Ø Metafisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri dengan obyektif universal.
Ø Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif.
Ø Empiric bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu, yang mungkin memilki makna lebih dalam yang beragam.
Ø Empiri dalam realism memang mengenai hal yang riil dan memang secara subtantif ada.
Ø Dalam realisme metafisik skema rasional dan paradigm rasional penting.
Ø Empiri yang substantif nyata baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif universal
d.      Pragmatis
Ø Sesuatu yang tidak berfungsi keberadaannya dianggap tidak ada.
e.       Rasionalistik
Ø Yang Nyata ada itu yang nyata ada, cocok dengan akal dan dapat dibuktikan secara rasional atas keberadaannya.
2. Kebenaran (truth)
a.       Kebenaran Korespondensi
"Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya"
Menurut teori ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut.  Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar
Contoh : " Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan sekarang” ini adalah sebuah pernyataan, dan apabila kenyataannya memang Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
b.      Kebenaran Koherensi atau konsistensi
Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent [saling berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh proposisi tersebut koheren dengan pengalaman kita, pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap benar.
Jika terdapat penyataan yang koheren dengan pernyataan tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena koheren dengan pernyataan yang dahulu: Misalnya.
- Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
- Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
- Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
c.       Kebenaran Performatif
Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan Ketika pemikiran manusia menyatukkan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan  apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual.  Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukan oleh pemegang otoritas tertentu.
 Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal, sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.  Contoh kedua misalnya ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memilki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia.
d.      Kebenaran pragmatic
Menurut kebenaran pragmatik yang benar adalah yang konkret, yang individual dan spesifik dan memilki kegunaan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan.  Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless).  Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan.  Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak
e.       Kebenaran Proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks yang merentang dari yang subyektif, individual sampai obyektif.  Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi.  Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya melainkan dilihat benar materialnya.
2. Konfirmasi
Fungsi Ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan.  Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolute dengan menggunakan landasan : asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar.  Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmasi probabilisti dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif.  Dalam Ontologi dikenal pembuktian apriori dan a posteriori.
Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para ahli mendasarkan pada dua aspek yaitu Aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
    Dalam hal konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu :
-     Decision Theory,
Teori ini menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat actual
-   Estimation Theory
Menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar – salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
-       Reliability Analysis
Menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis
B.  LOGIKA INFERENSI
a.      Pengertian Logika Inferensi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, logika berarti jalan berfikir yang masuk akal sedangkan inferensi berarti simpulan atau kesimpulan. Sedangkan menurut istilah Logika inferensi berarti berfikir dengan akal yang sehat untuk memperoleh simpulan. Sebagai ilustrasi ketika kita berhadapan dengan sebuah persoalan yang memerlukan jalan keluar (pemecahan) maka persoalan tersebut kita fikirkan dengan menggunakan akal yang sehat untuk memperoleh pemecahan dari persoalan tersebut.
b.      Pembagian Logika Inferensi
1.      Logika
Logika adalah study tentang tipe-tipe tata fikir. Bila sdilacak study logika ini berangkat dari Yunani kuno ke Arabia, lalu Eropa, abad tengah, daerah pasca renaissance yang matematik, dilanjutkan keabad XIX dan abad XX . tradisi logika berkelanjutan seperti jalur diatas. Sedangkan filsafat India dan China berkembang berpisah.
Urutan utama logika Aristoteles adalah logika untuk membuat dan memuji inferensi langsung logika sintaks dan semantic berupaya mempelajari fungsi kata, fungsi kalimat, dan pencarian makna. Dalam konseptualisasi trasdisional, logika, tidak lain daripada study formal dalam jenis tentang relasi formal dalam jenis.
2.      Logika Formil
Yang dimaksud logika formil kategorik adalah logika aristoteles beserta modifikasi-modifikasi yang bertujuan menyempurnakan logika Aristoteles. Pada waktu itu orang masih berpendapat bahwa Aristoteles telah mengadakan eksplorasi secara tuntas seluruh masalah logika. Pada waktu itu yang dikerjakan orang hanyalah sekedar membuat perbaikan-perbaikan, atau penghapusan yang tidak perlu, atau membuat rumusan-rumusan untuk memperjelas konsep-konsep logika dari Aristoteles. Menurut Emmanuel khant perbaikan dan penjelasan tersebut lebih banyak menunjukkan usaha agar logika aristoteles menjadi lebih tampan (elegant), bukan agar tampil lebih kokoh (solid). Selanjutnya logika aristoteles dan pernaikannya, penulis sebut sebagai logika tradisional.
3.      Logika Matematika Aksiomatik
Pemikiran tradisional kuno lainnya dapat kita jumpai pula pada Euclides dan Archimedes. Tesis yang diterima adalah bahwa struktur ilmu yang lengkap semestinya tampil dalam pernyataan dalam system deduktif. Euclides dan Archimedes mengorganisasikan kebenaran theoreen mengikuti kebenaran asumtif aksiomanya. Mereka membuktikan bahwa aksioma dan definisi sudut dan segitiga, merupakan konsekwensi dari jumlah sudut dari suatu segitiga sama besar dengan jumlah dua sudut siku-siku.
4.      Logika Matematik Probabilistik
Logika matematik juga sering disebut logika simbolik. Perintis logika matematik ini antara lain adalah de Morgan, Boole dan Leibniz. Libsniz menunjukkan kalkulus universal; de Morga mengurun pada teori relasi ; sedangkan Boole membuktikan bahwa matematika juga aplikatif untuk study tentang relasi antar jenis dan antar proposisi. Logika matematika mencakup telaah deduktif dan telaah induktif.
5.      Logika Linguistik
Disebut logika linguistic karena proposisi-proposisi yang digunakan untuk membuat inferensi didasarkan pada struktur tata bahasa. Libniz selain menjadi perintis logika matematik sekaligus menjadi perintis logika bahasa. Analisisnya di dasarkan pada fungsi kata-kata yang digunakan, dan teaah dari sudut tata bahasanya. Sehingga telaah ini disebut telaah strukturalis atau analisis sintaktikal.
6.      Logika Kualitatif
Logika kualitatif dalam makalah ini, penulis pilahkan menjadi dua yaitu ; logika kualitatif grounded, yang diberangkatkan dari phenomenology Husserl dengan menggunakan definisi tipe E ; dan kedua logika kualitatif deduktif yang diberangkatkan dari realisme Popper, yang juga menggunakan definisi tipe E
7.      Logika Paradigmatif
Dalam telaah substantive mengenai kebenaran structural paradigmatic telah penulis kemukakan pendapat Lichtenberg bahwa dia temukan adanya struktur paradigmatic yang sekaligus menjangkau banyak domain disiplin ilmu. Karena itu mengembangkan model logika guna membuat inferensi atas struktur paradigmatic yang menjangkau banyak domain disiplin ilmu.
8.      Inferensi fungsional – operasional.
Bertolak dari perlunya berpadu antara idea dengan value dalam aksi, maka inferensi logic yang hendak dicapai oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic: yaitu berpadunya idea dan value dalam aksi, maka inferensi logic yang hendak dicapai oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic
 
C.  ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI
1.      Pengertian Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
a.    Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dan pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham, yaitu: (1) Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik.
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pascapengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar iimu. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme
b.      Epistimologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Epistemologi dapat didefmisikan juga sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas) pengetahuan.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1)   Apakah pengetahuan itu ?
2)   Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ?
3)   Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?
4)   Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinitai ?
5)   Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan puma pengalaman) ?
6)   Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian?
Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induk-tif Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikurnpuikan se,belumnya Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilnuah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
c.       Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang nilai” (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika; Kedua,- esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.
2.      Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Geografi
a.       Aspek Ontologi Geografi
Aspek Ontologi Geografi meliputi :
1)      Konsep Geografi, secara etimologi berarti ilmu bumi, secara terminologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.
2)      Ruang lingkup Geografi adalah aspek alam dan aspek kemanusiaan.
3)      Obyek studi, berupa obyek material adalah geosfer meliputi atmosfer, lithosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer, sedangkan obyek formal berupa analisis keruangan, ekologi dan kewilayahan
4)      Konsep geografi meliputi konsep : lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, geomorfologi, aglomerasi, perbedaan wilayah, nilai kegunaan, interaksi dan keterkaitan keruangan. Jadi bagian ini mencoba menafsirkan alam sebagaimana adanya serta dapat dikembangkan secara realitas yang lebih dalam lagi dan tidak berhenti pada dimensi waktu.
b.      Aspek Epistimologi Geografi
Aspek epistemologis (metodologis, pendekatan) geografi sejalan dengan aspek epistemologis ilmu pada umumnya, yaitu penggunaan metodologi ilmiah dengan pemikiran deduktif, pendekatan hipotesis, serta penelaahan induktif terutama di dalam tahap verifikasi. Pendekatan deduktif analisis geografi bertitik tolak dari pengamatan secara umum, yaitu dari postulat, dalil atau premis yang dianggap sudah diakui secara umum. Kemudian dari hasil pengamatan secara umum ini diambil kesimpulan secara khusus (reasoning from the general to the particular). Pola pendekatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan pengkajian yang bersifat khusus, berdasarkan fakta dari gejala yang diamati dan dari sini diambil suatu kesimpulan secara umum (reasoning from the particular to the general). Dengan metode induksi-empiris saja, maka hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori geografi hanya berlaku di suatu tempat dan waktu-waktu tertentu, sebab hukum, dalil maupun teori geografi sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Untuk menjembatani kedua pendekatan yang berbeda ini geografi menggunakan metode pendekatan reflective thingking; yaitu menggunakan atau menggabungkan pendekatan dedukif dan induktif secara hilir-mudik dalam penelitian geografi.
Terdapat tiga macam cara untuk menyelidiki realita pada permukaan bumi (menurut Kant, Hettner, Hartshorne):
1.      Secara sistematis; yaitu mencari penggolongan, ketegori, kesamaan dan keadaan dari gejala-gejala yang ada pada permukaan bumi. Terjadilah ilmu-ilmu seperti biologi, fisika, kimia (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan alam), dan ilmu-ilmu seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, politik (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan sosial).
2.      Secara kronologis (chronos = waktu); yaitu menyelidiki gejala-gejala pada permukaan bumi dalam urutan-urutan waktu (palaeontologi, arkeologi, sejarah).
3.      Secara korologis (choora = wilayah); yaitu menyelidiki gejala-gejala dalam hubungannya dengan ruang bumi (geografi, geofisika, astronomi).
Dari ketiga macam pendekatan tersebut, ilmu geografi menggunakan (mengutamakan) pendekatan korologis. Penggunaan peta adalah wujud dari pendekatan korologis ini. Sehingga ada ahli geografi yang berkata, “Geografer adalah orang yang bekerja dengan peta untuk menghasilkan peta.”
c.       Aspek Aksiologi Geografi
Adapun aspek aksiologi geografi adalah mengikuti pendekatan fungsional untuk kesejahteraan manusia. Keterlibatan geografi dengan aspek-aspek bidang studinya tersebut membuatnya menjadi cabang ilmu yang berfungsi menjelaskan, meramal, dan mengontrol yang diaplikasikan ke dalam Perencanaan dan Pengembangan wilayah. Aspek aksiologi ilmu pengetahuan geografi ini melahirkan Geografi Terapan.
1)      Menjelaskan
Geografi harus dapat memberikan penjelasan tentang gejala-gejala obyek studinya. Fungsi menjelaskan memungkinkan orang akan mengerti akan gejala-gejala, bagaimana adanya (deskriptif) dan terjadinya serta mengapa itu terjadi (analisis kausalitas). Penalaran dengan logika deduktif dan induktif merupakan sarana dalam memberikan penjelasan itu. Penjelasan itu dapat dilakukan secara kualitatif dan secara kuantitatif. Sistem Informasi Geografis (SIG atau GIS = Geographic Information System) adalah inplikasi dari fungsi-fungsi menjelaskan data dari gejala geografis.
2)      Meramal
Geografi harus dapat meramal (memprediksi) gejala-gejala yang mungkin akan terjadi kedepan. Fungsi meramal ini bertolak dari penjelasan yang telah diberikan dan yang melahirkan pengertian pada orang lain. Dengan pengertian itu orang dapat berbuat sesuatu, memanfaatkan gejala, menghindarinya, mencegah terjadinya atau pun mengurangi ekses yang mungkin merugikan sebagai akibat terjadinya gejala itu. Dengan pengertian ini, orang juga bisa membayangkan apa kira-kira yang akan terjadi apabila suatu gejala tertentu muncul.
3)      Mengontrol
Geografi harus dapat mengontrol gejala-gejala. Ramalan dalam geografi, seperti juga dalam disiplin ilmu yang lainnya, memberikan stimuli bagi seseorang untuk mengambil inisiatif atau pun mempertimbangkan berbagai alternatif. Karena ramalan itu juga orang dapat mengatur segala sesuatu untuk mendorong terjadinya, menyambutnya, menghindarinya, mencegahnya, atau pun mengatasinya.
Dengan hakekat demikian, maka geografi berperan untuk penyebaran efektif, pemanfaatan potensi sumberdaya, dan perbaikan lingkungan dengan segala dampaknya. Gerakan perbaikan kependudukan dan lingkungan hidup adalah salah satu manifestasi dari fungsi mengontrol untuk menghindari, mencegah atau mengatasi masalah yang sedang dan akan di hadapi di muka planet bumi ini. Demikian juga dengan penerapan pendekatan geografi dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
D.  POSITIVISME FILSAFAT ILMU
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
v  Positivisme Logis
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina.
Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.

E.  POST POSITIVISME
Post positivisme malah beranggapan bahwa kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.[3] Para post-positivis juga berpendapat bahwa kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik.Post-positivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena).
karakteristik utama dari post positivisme yaitu :
a.       fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori.
b.      Falibilitas teori, artinya tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti empiris.
c.       fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai.
d.      interaksi antara subjek dan objek penelitian. Dimana hasil penelitian bukanlah reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan senantiasa berubah.