Selasa, 20 November 2012

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK


BAB IV
PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA
1.1    Perkembangan berbahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulanya atau hubunganya dengan orang lain. Bahasa dapat diartikan sebagai suatu kode atau simbol dan urutan kata-kata yang diterima secara konvensional untuk menyampaikan konsep-konsep atau ide-ide dan berkomunikasi melalui penggunaan symbol-simbol yang disepakati dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan yang ada. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seseorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain, sejak saat itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang anak dimulai dengan meraba dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa Anak  yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin anak itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sederhana menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak belajar bahasa seperti halnya belajar hal yang lain,”meniru” dan ”mengulang” hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah.
Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.

4.2 faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu perkembanganya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu adalah :
1.      Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhanya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertumbuhan pengalaman dan kebutuhanya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat.
2.      Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil menunjukan perbedaan.
3.      Kecerdasan anak
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi pembendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.
4.      Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan lebih tampak perbedaan perkembangan berbahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
5.      Kondisi fisik
Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuanya untukberkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembanganya dalam berbahasa.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh satu sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya, akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya berkomunikasi.
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. Seseorang menyampaikan ide dan gagasanya dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasan ini merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjutnya adalah bahwa hasil berpikir menjadi tidak tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini diakibatkan kekurangmampuan dalam bahasa.
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang bervariasi bahasanya, baik kemampuanya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak.
Pertama, anak perlu melakukan pengulangan ( menceritakan kembali ) pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh murid-murid sendiri. Dengan cara ini guru senantiasa dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-muridnya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran yang telah diperkaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya, sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
4.3 Peningkatan Kemampuan Berbahasa Siswa
Peningkatan Kemampuan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu membaca, menulis, mendengar, dan berbicara. Keempat kemampuan tersebut hakikatnya berjalin-kelindan dan kualitasnya berpusat (bergantung) pada kegiatan membaca, dan mendengar (penerimaan informasi). Dengan membaca dan mendengar, seseorang mendapatkan informasi sebagai bahan untuk berbicara dan menulis.
Dari keempat aspek di atas, menulis merupakan ketrampilan berbahasa paling tinggi. Menulis bisa diartikan wujud dari peran aktif seseorang untuk memberikan informasi dari berbagai sumber. Tentu saja sumber-sumber informasi dapat diakses secara cepat dengan cara membaca. Hernowo (2003: 6) mengungkapkan bahwa kegiatan membaca dan menulis yang dipola dengan cara-cara tertentu dan dibiasakan akan membantu mengurai-diri, membuat kita terbuka dan dapat dikenali sis-sisi uniknya. Siswa, notabene remaja yang kaya potensi, melalui kegiatan membaca dan menulis potensi yang dimiliki akan lebih mudah dikembangkan. Bagi siswa, cara paling mudah dan murah untuk untuk mengakses sumber informasi adalah dengan berkunjung ke perpustakaan sekolah.
Namun, pentingnya membaca bagi sebagian orang tetap berperan relatif. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang esensial. Perpustakaan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan telah (seharusnya) menghadirkan berbagai media untuk kegiatan mendengarkan, membaca, bahkan menulis. Peningkatan kunjungan ke perpustakaan sebagai dampak positif pengelolaan fungsi rekreasi perpustakaan, diharapkan berpengaruh positif pula pada peningkatan aktivitas membaca, mendengar, hingga berbicara dan menulis. Dengan meningkatnya aktivitas itu semua, diyakini kemampuan berbahasa siswa (pengunjung perpustakaan pada umumnya) pun meningkat sesuai dengan minat dan bakatnya.
Sayangnya, perpustakaan sekolah belum banyak dijadikan tempat favorit untuk dikunjungi. Perpustakaan sekolah umumnya berisi buku-buku pelajaran, majalah-majalah lama, koleksi album foto yang mulai buram, serta tempelan gambar yang kusam dan tak pernah diganti. Semua itu seolah menambah sesak setelah sekian waktu berkutat dengan pelajaran. Di sinilah peran penting fungsi rekreasi perpustakaan menjadi begitu bermakna.
Seperti yang banyak diungkapkan bahwa belajar harus menyenangkan, demikian pula dengan membaca. Membaca di perpustakaan yang nyaman dengan banyak pilihan buku akan membawa kesegaran bagi siswa sebelum kembali ke kelas. Apalagi dengan keterbatasan waktu, fungsi rekreasi perpustakaan menjadi poin tersendiri. Paling tidak perpustakaan akan masuk daftar tempat yang dikunjungi saat istirahat selain kantin dan kamar mandi.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar